TUGAS KELOMPOK12 ETIKA BISNIS
TEKNIK DAN FAKTOR DALAM WAWANCARA
ANNISAA MAHA YUBE 1501072014
MELSANDY EKA PUTRI 1501072055
1A D3 AKUNTANSI
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), Wawancara adalah sebuah kegiatan tanya jawab yang
dilakukan oleh pewawancara sebagai penannya dan narasumber sebagai orang yang
ditanya. Kegiatan ini dilakukan untuk mencari informasi, meminta keterangan,
atau menanyai pendapat tentang suatu permasalahan kepada seseorang. Dengan kata
lain, bisa disimpulkan bahwa wawancara adalah kegiatan menggali informasi dari
narasumber dengan cara tanya jawab.
Kegiatan wawancara sangat berbeda dengan konferensi pers. Masih banyak orang yang memandang bahwa konferensi pers adalah wawancara karena hasil akhir yang didapatkan sama, yaitu berupa informasi. Meskipun begitu, wawancara tetap tidak bisa dikatakan sama dengan konferensi pers. Perbedaan itu terletak pada tehniknya. Pada wawancra pencari informasi menggali informasi dengan cara bertanya dan menemui langsung narasumbernya. Sebaliknya, konferensi pers adalah sebuah acara yang dibuat oleh narasumber sendiri dengan cara mengundang pencari informasi untuk memberikan keterangan atau mengkonfirmasi sesuatu.
Singkatnya, pada wawancara narasumber didatangi oleh pewawancara, sedangkan konferensi pers narasumber yang menciptakan acara tersebut dengan memanggil atau mengundang pewawancara.
TEKNIK WAWANCARA
1.Menjaga Suasana
Ini sangat penting dalam pelaksanaan wawancara dibuat
lebih rileks, sehingga berjalan dengan santai tidak terlalu formal meskipun
membahas masalah yang serius. Untuk menciptakan suasana yang nyaman dan baik
memerlkan waktu, karena itu sebelum memasuki materi yang akan dipercakapkan
lebih enak kalau dibuka dengan hal-hal yang umum. Misalnya, soal keadaan nara
sumber baik itu masalah kesehatan, hobi dan sebagainya yang mungkin menyetuh
hati.
Meski sifat basa-basi ini diperlukan untuk menarik
simpati supaya narasumber sehibngga tidak terlalu pelit dengan pernyataan
atau pendapat baru. Kecuali kalau pewawancara sudah sangat dekat basa-basi itu
bisa dikurangi, lebih-lebih kalau memang waktu untuk wawancara sangat terbatas,
pewawancara harus tanggap. Itupun juga kita dibicarakan sebelum melangsungkan
wawancara. Dalam menjaga suasana ini sudah selayaknya dilakukan, antara lain
jangan membuat nara sumber marah atau tersinggung, sehingga
percakapan langsung diputus. Jangan marah-marah atau memojokkan nara sumber.
2. Bersikap Wajar
2. Bersikap Wajar
Dalam wawancara seringkali berhadapan
dengan nara sumber yang benar-benar pakar, tetapi tidak jarang yang
dihadapi tidak menguasai persoalan. Namun demikian tidak perlu rendah diri atau
merasa lebih tinggi dari narasumber, seharusnya bisa mengimbangi atau
mengangkatnya. Pewawancara juga harus bisa mencegah
supaya nara sumber tidak berceramah, karena itu persiapan menghadapi
berbagai karakter ini sangat diperlukan.
Karena itu dalam persiapan wawancara ini diperlukan,menguasai materi, selain menguasai nara sumber dan pandai-pandai membawakan diri agar tidak direndahkan. Apabila menghadapi nara sumber yang tidak menguasai masalah bisa mengarahkan tetapi tanpa harus menggurui, sehingga bisa memahami persoalan yang akan digali.
3. MemeliharaSituasi
Karena itu dalam persiapan wawancara ini diperlukan,menguasai materi, selain menguasai nara sumber dan pandai-pandai membawakan diri agar tidak direndahkan. Apabila menghadapi nara sumber yang tidak menguasai masalah bisa mengarahkan tetapi tanpa harus menggurui, sehingga bisa memahami persoalan yang akan digali.
3. MemeliharaSituasi
Secara sadar sering terbawa emosi, sehingga lupa
sedang menghadapi narasumber, karena itu dalam wawancara harus
pandai-pandai memelihara situasi supaya mendapat informasi yang dibutuhkan dan
jangan sampai terjebak ke dalam situasi perdebatan dengan nara sumber
yang diwawancarai. Juga perlu dihindari situasi diskusi yang berkepanjangan
atau bertindak berlebihan sampai menjurus ke arah interograsi apalagi
menghakimi.
Misalnya, wawancara dengan seorang direktur rumah sakit terkait dengan kasus flu burung, karena etika kedokteran, sehingga harus dijaga dirahasiakan. Namun pewawancara memaksakan kehendak, sehingga menimbulkan ketegangan dan menghakimi direktur tersebut, bukan mendapat informasi malah tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Dalam menghadapi kasus seperti itu pewawancara harus mampu mencari celah untuk kembali pada situasi, agar mendapatkan informasi yang lebih jelas.
Misalnya, wawancara dengan seorang direktur rumah sakit terkait dengan kasus flu burung, karena etika kedokteran, sehingga harus dijaga dirahasiakan. Namun pewawancara memaksakan kehendak, sehingga menimbulkan ketegangan dan menghakimi direktur tersebut, bukan mendapat informasi malah tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Dalam menghadapi kasus seperti itu pewawancara harus mampu mencari celah untuk kembali pada situasi, agar mendapatkan informasi yang lebih jelas.
4.Tangkas Menarik Kesimpulan
Pada saat wawancara berlangsung dituntut untuk secara
setia mengikuti setiap jawaban yang diberikan nara sumber untuk
menarik kesimpulan dengan tangkas. Dengan kesimpulan yang tepat wawancara terus
bisa dilanjutkan secara lancer. Kesalahan yang sering dilakukan wartawan pada
saat mengambil kesimpulan kurang tangkas, sehingga nara sumber harus
mengulang kembali apa yang telah disampaikan. Kalau itu terjadi berulangkali
maka akan membuat nara sumber bosan, sehingga wawancara tidak
berkembang, membuat pintu informasi menjadi tertutup. Akibat yang paling parah
kehilangan sumber berita, karena nara sumber takut salah kutip.
Bagi nara sumber yang teliti dan kritis, satu persatu kalimat akan
menjadi pengamatan. Salah kutip ini harus dihindari dalam setiap wawancara,
Jangan takut minta pernyataan diulang atau bahkan ada kata yang kurang jelas
seperti ucapan bahasa Inggris harus selalu dicek kebenaran arti dan ejaannya.
5. Menjaga Pokok Persoalan
Menjaga pokok persoalan sangat penting dalam setiap
wawancara agar dalam menggali informasi mendapatkan informasi
sebanyak-banyaknya dan hasil yang memuaskan. Seringkali dalam menjaga pokok
persoalan ini diliputi perasaan rikuh kalau kebetulan ayng diwawancari pejabat
atau mempunyai otoritas dalam hal tertentu. Serngkali untuk menjaga situasi ini
ada anjuran pewawancara mengikuti apa yang dikatakan nara sumber. Meski
harus mengikuti pembicaraan nara sumber diharapkan tidak lari dari
pokok persoalan bahkan berusaha mempertajam pokok masalah, agar tetap
mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Contohnya, untuk mendapat gambaran yang
lebih jelas tentang kerusakan lingkungan, pada awalnya memang bercerita tentang
lingkungan tetapi di tengah-tengah pembicaraan membelok ke arah lain dan
menyimpang dari pokok persoalan. Kalau sudah demikian maka yang dilakukan
segera mengembalikan inti persoalan.
6. Kritis
6. Kritis
Sikap kritis perlu dikembangkan dalam wawancara agar
mendapat informasi yang lebih terinci dan selengkap-lengkapnya. Untuk itu
diperlukan kejelian dalam menangkap persoalan yang berkaitan dengan pokok
pembicaraan yang sedang dikembangkan. Jeli dan kritis merupakan kaitan dengan
kemampuan menangkap setiap kata dan kalimat yang disampaikan
olehnara sumber. Kekritisan tersebut tidak hanya menyangkut pokok
persoalan, tetapi juga menangkap gerakan-gerakan yang diwawancarai. Berkait
dengan pokok persoalan kalau kritis menangkapnya maka bisa meluruskan data
bila nara sumber salah mengungkapkannya. Baik itu tentang angka,
tempat kejadian dan sebagainya. Ini penting sebagai bahan untuk menuliskan
laporan, sehingga benar-benar utuh dan penuh warna. Kalau perlu
ketika nara sumber sedang memberikan keterangan dalam keadaan
gelisah, terus menerus mengepulkan asap rokok dan sebagainya, hal ini harus
ditangkap sebagai isyarat yang bisa dituangkan dalam tulisan. Dengan demikian
pembaca mendapat gambaran utuh dan laporan tidak kering.
7. Sopan Santun
Dalam wawancara sopan santun perlu dijaga, karena ini
menyangkut etikat pergaulan di dalam masyarakat yang harus mendapat perhatian
dan dipegang teguh. Dalam menghadapi nara sumber kendali sudah
mengkenal betul, tidak bisa bersikap sembarangan, sombong atau perilaku yang
tidak simpatik lainnya. Bila akan merokok, sementara nara sumber
tidak merokok harus minta izin. Apalagi kalau ruangan tempat wawancara ber-AC
maka sopan santun perlu dijaga. Di awal maupun di akhir wawancara
jangan lupa mengucapkan rasa terima kasih kepada nara sumber,. Karena
telah memberikan kesempatan dan mendapatkan informasi dari hasil wawancara.
Pada akhir wawancara pesan kepada nara sumber untuk tidak keberatan
dihubungi bila ada data yang diperlukan ternyata masih kurang.
HAL YANG HARUS
DIPERHATIKAN KETIKA MELAKUKAN WAWANCARA
1. Lakukanlah persiapan sebelum melakukan
wawancara. Persiapan tersebut menyangkut outline wawancara, penguasaan materi
wawancara, pengenalan mengenai sifat/karakter/kebiasaan orang yang hendak kita
wawancarai, dan sebagainya.
2. Taatilah peraturan dan norma-norma yang
berlaku di tempat pelaksanaan wawancara tersebut. Sopan santun, jenis pakaian
yang dikenakan, pengenalan terhadap norma/etika setempat, adalah hal-hal yang
juga perlu diperhatikan agar kita dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat
pelaksanaan wawancara.
3. Jangan mendebat nara sumber. Tugas
seorang pewawancara adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya dari nara
sumber, bukan berdiskusi. Jika Anda tidak setuju dengan pendapatnya, biarkan
saja. Jangan didebat. Kalaupun harus didebat, sampaikan dengan nada bertanya,
alias jangan terkesan membantah.
Contoh yang baik:
"Tetapi apakah hal seperti itu tidak berbahaya bagi pertumbuhan iklim
demokrasi itu sendiri, Pak?"
Contoh yang lebih baik
lagi: "Tetapi menurut Tuan X, hal seperti itu kan berbahaya bagi
pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri. Bagaimana pendapat Bapak?"
Contoh yang tidak baik:
"Tetapi hal itu kan dapat berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu
sendiri, Pak."
4. Hindarilah menanyakan sesuatu yang
bersifat umum, dan biasakanlah menanyakan hal-hal yang khusus. Hal ini akan
sangat membantu untuk memfokuskan jawaban nara sumber.
5. Ungkapkanlah pertanyaan dengan kalimat
yang sesingkat mungkin dan to the point. Selain untuk menghemat waktu, hal ini
juga bertujuan agar nara sumber tidak kebingungan mencerna ucapan si
pewawancara.
6. Hindari pengajuan dua pertanyaan dalam
satu kali bertanya. Hal ini dapat merugikan kita sendiri, karena nara sumber
biasanya cenderung untuk menjawab hanya pertanyaan terakhir yang didengarnya.
7. Pewawancara hendaknya pintar
menyesuaikan diri terhadap berbagai karakter nara sumber. Untuk nara sumber
yang pendiam, pewawancara hendaknya dapat melontarkan ungkapan-ungkapan
pemancing yang membuat si nara sumber "buka mulut". Sedangkan untuk
nara sumber yang doyan ngomong, pewawancara hendaknya bisa mengarahkan
pembicaraan agar nara sumber hanya bicara mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan materi wawancara.
8. Pewawancara juga hendaknya bisa
menjalin hubungan personal dengan nara sumber, dengan cara memanfaatkan waktu
luang yang tersedia sebelum dan sesudah wawancara. Kedua belah pihak dapat
ngobrol mengenai hal-hal yang bersifat pribadi, atau hal- hal lain yang berguna
untuk mengakrabkan diri. Ini akan sangat membantu proses wawancara itu sendiri,
dan juga untuk hubungan baik dengan nara sumber di waktu-waktu yang akan
datang.
9. Jika kita mewawancarai seorang tokoh
yang memiliki lawan ataupun musuh tertentu, bersikaplah seolah-olah kita
memihaknya, walaupun sebenarnya tidak demikian. Seperti kata pepatah,
"Jangan bicara tentang kucing di depan seorang pecinta anjing".
FAKTOR SUKSESNYA
WAWANCARA
1.Faktor kejujuran
menjadi faktor utama.
Penilaian pewawancara
sering ditentukan sikap jujur kita. Kejujuran terwawancara akan terlihat dari
sikap, cara bicara, dan gerakan badan atau gesture. Kita harus bersikap jujur
dengan jawaban sesuai dengan kemampuan. Katakanlah sesuai dengan kenyataan. Jika
masalah dikuasai, jawablah pertanyaan. Sebaliknya, katakan tidak tahu jika
memang tidak mengetahui permasalahan. Jangan mengarang cerita karena itu justru
bernilai negatif.
2.Faktor kedua adalah
konsistensi atau keajegan.
Gunakanlah bahasa
Indonesia yang benar dan konsisten. Hendaknya Anda menghindari sikap yang
berubah-ubah, bahasa dialek daerah, dan jawaban. Sikap bahasa menjadi faktor
pendukung faktor ini.
3.Faktor ketiga dalah
penguasaan materi.
Jika wawancara
dilaksanakan untuk sebuah lomba, materi lomba tentu harus dikuasai. Jika
wawancara dilaksanakan untuk sebuah proses mencari kerja, tentu motivasi,
potensi, dan optimisme Anda ditunjukkan. Anda harus pamer kemampuan di depan
pewawancara. Tapi ingat, itu harus diimbangi dengan kemampuan yang sepadan.
4.Faktor keeempat
adalah kesantunan.
Sikap santun harus
ditunjukkan selama wawancara.
Sikap
yang Harus Dimiliki Oleh Pewawancara
Cara
yang pertama adalah memperhatikan sikap yang harus dimiliki oleh pewawancara.
Pastikan sikap – sikap ini ada di dalam diri seorang pewawancara agar si
narasumber tidak merasa terganggu dan bersikpa kooperatif dengan kegiatan
wawancara.
Sikap
– sikap tersebut diantaranya adalah :
1.
Ramah
Seorang
pewawancara harus ramah terhadap calon narasumbernya. Dengan sikap ramah ini,
tentunya narasumber akan senang sehingga mereka mau memberikan waktunya untuk
diwawancarai.
2.
Adil
Yang
dimaksud dengan adil adalah pewawancara tidak memihak kepada kelompok tertentu
dan pewawancara harus memperlakukan semua respondennya dengan sama, sehingga
para narasumbernya tida mearasa ditekan, dihakimi atau bahkan dikucilkan.
3.
Netral
Sikap
ini adalah sikap yang harus dimiliki oleh pewawancara ketika kegiatan tanya
jawab sedang berlangsung. Mereka tidak boleh mengomentari pendapat yang
dikeluarkan oleh narasumber, seperti meyetujui atau bahkan menolak pendapat
narasumber.
4.
Menghindari Ketegangan
Ketika
wawancara sedang berlangsung, ciptakanlah kondisi yang kondusif agar terhindar
dari ketegangan, sehingga narasumber tidak merasa terhakimi. Jika terjadi hal
seperti itu, narasumber berhak membatalkan wawancara atau meminta untuk tidak
menuliskan hasil wawancara tersebut.
No comments:
Post a Comment